Bagaimana mungkin dia tak menjadi orang yang mudah
tersinggung ?
Iya. Tak ada yang tau isi dan apa yang ia rasakan saat itu,
bahkan kakak dan keluarganya. Sedari dia kecil hingga tlah mulai menjadi
seorang gadis yang dewasa perasaan itu ia pendam dalam dalam. Kadang ia sendiri
tak pernah tau mengapa dan bagaimana sifat pemarahnya bisa muncul dengan begitu
cepat. Yang ia tau saat dia mulai terbakar emosi orang orang itu hanya akan
menghujat dan memakinya saja karena sifatnya itu.
Emosi ? itu bukan salah satu sifat mutlak yang dimiliki oleh
manusia menurutnya. Baginya sifat itu muncul dari sebuah kalbu yang sering kali
dibuat menangis oleh orang – orang yang tak pernah mau tau sedang seperti apa
kondisi hatinya.
Bahkan saat dia sudah merasa bersalah karena emosinya yang
sudah diluapkan orang orang itu hanya mencaci dan menghujatnya bukan malah
membantunya untuk menengangkan diri. Sakit memang tapi dia memang sendirian
dalam membuat hatinya bahagia.
Bagaimana orangtuanya ?
Hah ! baginya satu satunya orang yang bisa memahami dan mau
mendengarkan keluh kesahnya hanya seorang wanita yang dipanggilnya mama.
Bagaimana sosok ayahnya ?
Kadang ayah itu malaikat baginya tapi bila dia boleh jujur
dari lubuk hatinya yang terdalam. Orang yang sering menanamkan benih sakit hati
itu adalah ayahnya.
Bayangkan sedari kecil dia lebih sering dimarahi oleh sang
ayah saat dia muak mendengar orang tuanya bertengkar. Bahkan setiap bulan puasa
yang sudah ia tempuh selama belasan tahun hampir selalu ada kata kata sumpah
serapah yang dihujat ayahnya untuk dia.
“ anak setan !”
“ ku sumpahkan kau cepat mati !”
“ anak anjing !”
“ setan kau !”
Itu seperti kata kata wajib yang akan dia terima setiap
datangnya ramadhan. Dari situ saja telah bisa dilogika mengapa gadis ini
memiliki jiwa pemarah yang tinggi.
Amarahnya bukan karena sifat lahir tapi sedari kecil jiwanya
selalu merasa hancur karena kata kata spontan yang orang tuanya beri.
Lalu bagaimana dengan saudaranya ?
Dia bukanlah seorang anak tunggal. Dia memiliki beberapa
abang. Bisa dikatakan dialah satu satunya anak perempuan dikeluarga itu.
Tak bisakah dia dibuat bahagia oleh abang-abangnya itu ?
Tak !
sekali lagi dia mengaku dari lubuk hatinya yang terdalam. Bahwa dia tak pernah
sepenuhnya merasakan punya saudara.
Salah satu alasan yang mudah ditebak mungkin karena dia
satu-satunya anak perempuan. Sehingga tak memiliki kecocokan dengan saudara
laki-lakinya.
Dia juga diperlakukan sama oleh abang abangnya itu. Harus
menghormati mereka. Harus sopan kepada mereka. Harus punya tutur kata yang baik
pada mereka. Dan ia tau abang-abangya minta dipandang bahwa mereka berharga,
tapi baginya sesuatu yang berharga itu
saat dia merasa nyaman dan damai bila telah didekat seseorang. Namun
kenyataannya dia semakin tertekan, dia kadang mengeluh dalam hati dengan
takdirnya menjadi anak gadis satu-satunya dalam keluarga itu, dia sering
berkata dihatinya bahwa seorang adik bungsu yang satu satunya perempuan tak
ingin diperlakukan seperti itu, bukannya dia tak mau menghargai kakaknya tapi
peraturan itu membuatnya takut untuk lebih sering mengadu dengan
abang-abangnya. Dia ini seorang wanita
bukan lelaki yang harus abangnya buat takut. Dia butuh tempat mengadu, dia
butuh seseorang lelaki yang bisa membuatnya nyaman, dia butuh seseorang
sosok abang yang selalu memberikan
kesejukan disaat dia sedang menangis ! merangkul dan bertanya apa yang sedang
ia rasakan hari ini dan seterusnya.
“adik kenapa ? “
“ mari makan bareng abang ?”
“ sini abang mau dengar cerita adik disekolah tadi “
“ ayo dek ikut abang jalan – jalan. Kita bahagia-bahagia
diluar dari pada dirumah bikin emosi aja!”
“ adik abang punya sesuatu buat adik “
“ adik jangan marah- marah terus ya,abangkan jadi sedih L”
......
Namun kenyataanya apa ?
Kata kata itu hanya fatamorgana baginya. Dan itu tak akan
pernah ia rasakan hingga hari tua. Tak akan pernah ada ia temui sosok abang
yang sempurna yang akan memberikan kesejukan untuknya. Yang ada hanya saudara
yang minta ditakuti buak dihormati.
Kadang ia sering sekali cemburu dibalik diamnya. Menatap
abangnya yang begitu sayang dan perhatian dengan pacar – pacar mereka. Padahal
pacar abangnya tak pernah mau tau apakah sang adik juga pernah diperlakukan
sama seperti abangnya memperlakukan pacarnya itu.
Bila suatu saat pacarnya itu cemburu dengan sang adik.
Baginya itu sangat menyakitkan, karena sesuatu yang tak pernah ia rasakan
hingga akhirnya ia dapatkan ternyata hanya membuat orang lain membencinya.
Kini salah satu abangnya sudah ada yang menikah. Jujur dia
bahagia. Ada 3 alasan mengapa dia bahagia. Yaitu :
1.
Layaknya sang adik yang bahagia melihat kakaknya
menikah. Dia menyanyangi kakaknya layak sang adik menyayangi sang kakak. Walau
dia merasa belasan tahun ia hidup ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang
kakak. Walau mereka hidup satu atap.
2.
Karena dia tak akan bertemu kakaknya dirumah itu
lagi. Bukannya dia benci tapi untuk apa
harus bertemu kakaknya itu kalau bertegur sapa saja jarang. Dia juga sering
dimarahi kalau dia sedang benar – benar pilu lalu marah-marah .
3.
Yang terakhir. Sebenarnya dia tak peduli dengan
pernikahan kakaknya itu. Mempelai perempuannya pun tak pernah ia kenal. Dia pun
tak dekat dengan sang kakak. Dia dipernikahan ini merasa sebagai tamu yang
melihat kebahagian sang mempelai dari ujung pintu masuk sambil tersenyum. Bukan
salah satu keluarga yang ikut merasa bahagia dan berfoto bersama disebelah
mempelai.
Bagaimana dengan abang-abangnya yang lain ?
Sebenarnya ia benci dengan yang namanya cinta. Cinta itu
bisa menghancurkan logika seseorang baginya. Dia tak peduli semua abangnya
nanti menikah dengan siapa ? ia pun juga tak pernah mau peduli apakah wanita
itu bisa menyayanginya seperti yang ia impikan belasan tahun itu.
Yang ia harapkan adalah siapapun wanita yang suatu saat
nanti mendampingi abangnya nanti. Dia bisa menyayangi ibunya juga. Menjaga.
Menghormati. Selalu baik. Dan tak pernah membenci ibunya.
Bila ada menantu yang tak menyayangi ibunya sepenuh hati
seperti wanita itu menyayangi anak sang ibu. Dia berjanji didalam hati tak akan
pernah menganggap wanita itu sebagai ipar dengan sepenuh hati.
Dia tak peduli bila dia tak disayang. Sudah biasa !
Tapi ibunya ? demi allah yang menciptakan manusia. Ia akan
menghujat wanita itu.
Wanita itu tak akan mendapatkan cinta abangnya bila tak ada
sang ibu yang melahirkan. Bukankah wanita itu juga punya ibu. Apakah dia ingin
bila menantu ibunya tak menyayanginya ?
Jangan bilang cuman numpang lahir, mereka pikir ibu itu
layaknya halte bus yang numpang transit.
Najiis !. orang orang durhaka dan sok hebat itu. Semoga yang
seperti itu mendapatkan karmanya nanti.
Lalu seperti apa sahabat dimatanya ?
Ia punya sahabat. Walau hanya dapat dihitung dengan jari.
Dia tak terlalu pandai bergaul, karena sang abang tak pernah mengajari dia
bagaimana bergaul dengan orang.
Dia punya sahabat walau tak terlalu menarik cerita-cerita
mereka. Dia punya sahabat.
Dia terbuka dalam bercerita dengan sahabatnya. Tapi
sahabat-sahabatnya tak pernah tau isi hatinya dan kesedihannya. Dia punya
sahabat tapi ia tak pernah mau menceritakan sedang seperti apa kondisi hatinya
yang terdalam. Dia hanya ceritakan sebagian dari kepedihannya. Sehingga mereka
sendiri ia suruh menduga – duga. Kadang hatinya tergalak sebentar saat
sahabatnya salah menyimpulkan. Namun kadang ia sebal karena sahabatnya tak
pernah mengerti dan memahami isi hatinya.
Kekasihnya bagaimana ?
Dia punya saudara lelaki dan mereka tak dekat layaknya
saudara.
Dia merasa tak harus terlalu dekat dengan teman lelaki walau
punya tapi hanaya teman biasa bukan sahabat.
Walau kadang ia cemburu melihat teman perempuanya akrab
dengan teman lelaki. Sedangkan dia tak pernah bisa akrab seperti itu walau
ingin.
Kekasih ? hingga saat ini hatinya tak pernah yakin dan belum
mau mencintai seseorang dengan sepenuhnya.
Lelaki tak ada yang tulus menyayanginya.
Ayah tak terlalu sayang.
Abang ? lebih baik tak punya abang daripada punya tapi tak
merasakan.
Kekasih ? lelaki itu penipu dan mata keranjang !
NB: jangan terlalu cepat menyimpulkan sifat seseorang walau
anda orang sedarah sekalipun. Sifat itu bukan hanya tercipta dari lahir tapi
juga dari sekitar yang tak pernah mempedulikannya. Bimbing mereka. Bahagiakan
mereka. Jangan sakiti hati mereka. Usahakan membuat mereka nyaman. Jangan
karena ingin dipandang kalian hancurkan kenyamanan hati seseorang. Apalagi dia
seorang anak bungsu. Mereka sensitif, perasa,juga pengiba. Dan suatu saat nanti
merekalah yang akan membantu kita saat tak ada orang yang peduli dengan kita.